Dewan Pers dan Kode Etik Jurnalistik
Munculnya UU Pers No 40 tahun 1999, kode etik jurnalistik
adalah kode etik yang disepakati oleh organisasi wartawan dan ditetapkan oleh
dewan Pers
(Pasal 7 ayat 2). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
memaknai kode etik jurnalistik adalah aturan tata susila kewartawanan ; norma
tertulis yang mengatur sikap, tingkah laku, dan tata karma penerbitan.
Untuk
mengembangkan kebebasan pers dan meningkatkan kehidupan pers dibentuk Dewan
Pers. Dewan Pers adalah sebuah dewan yang bersifat independen, yang terdiri dari
wartawan yang dipilih oleh organisasi wartawan, pimpinan perusahaan pers yang
dipilih oleh organisasi perusahaan pers, tokoh masyarakat yang ahli dibidang
pers atau komunikasi, dan bidang lainnya yang dipilih oleh organisasi wartawan dan
organisasi perusahaan pers.
Fungsi-fungsi
yang dilaksanakan Dewan Pers menurut Pasal 15 ayat 2 UU Pers antara lain :
- Melakukan pengkajian untuk pengembangan pers.
- Menetapkan dan mengawasi pelaksanaan kode etik jurnalistik.
- Memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers.
- Mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat, dan pemerintahan.
- Memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan dibidang pers dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan.
- Mendata perusahaan pers.
Dalam rangka melaksanakn fungsi
kedua, yaitu menetapkan dan mengawasi pelaksanaan kode etik jurnalistik. Dewan
Pers besama sejumlah organisasi wartawan berupaya merumuskan kode etik bersama
sebagai patokan kerja untuk seluruh organisasi wartawan. Pada tanggal 6 Agustus
1999 telah disepakati dan ditandatangani Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI)
oleh wakil dari 26 organisasi wartawan. Kode etik tersebut disebut pula kode
etik jurnalistik.
Pada awal tahun 2006, telah disusun
kode etik jurnalistik baru, yang dimaksud untuk menggantikan KEWI 1999. Jadi, kode etik berisi kaidah
penuntun yang memberi arah yang jelas kepada wartawan tentang apa yang
seharusnya dilakukan dan apa yang seharusnya tidak dilakukan dalam kerja
jurnalistik.
Kode etik pada dasarnya adalah
rambu-rambu untuk menghindarkan wartawan dari kesalahan yang tidak perlu
terjadi dalam melakukan kerja jurnalistik, entah itu berupa penyajian berita
secara tidak berimbang, cenderung provokatif, cenderung emosional, memelintir
berita, memfitnah, seronok, dan lain sebagainya. Jurnalis Mahbuh Djunaedi (Alm)
pernah menyatakan bahwa penyusunan kode etik jurnalistik dimaksudkan untuk menghindarkan
wartawan menjadi teroris.
haiii
BalasHapusTerima kasih sudah komentar
BalasHapus