PEMBAHASAN BAHASA DAN MASYARAKAT



2.1  Bahasa dan Tutur
Ferdinand de Saussure (1916) membedakan antara yang disebut langage, langue, dan parole. Ketiga istilah yang berasal dari bahasa Perancis itu, dalam bahasa Indonesia, lazim dipadankan dengan satu istilah yaitu bahasa. Dalam bahasa Perancis istilah langage digunakan untuk menyebut bahasa sebagai sistem lambang bunyi yang digunakan untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara verbal diantara semuanya. Kata langage, tidak mengacu pada salah satu bahasa tertentu, melainkan mengacu pada bahasa umumnya sebagai alat komunikasi manusia.

Istilah kedua yakni  langue  dimaksudkan sebagai sistem lambang bunyi yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat tertentu untuk berkomunikasi atau berinteraksi sesamanya. Jadi, langue mengacu pada sebuah sistem lambang bunyi tertentu yang digunakan oleh sekelompok masyarakat tertentu.

Istilah yang ketiga yakni parole bersifat kongkret, karena parole itu merupakan pelaksanaan dari langue dalam bentuk ujaran atau tuturan yang dilakukan oleh para anggota masyarakat didalam berinteraksi atau berkomunikasi sesamanya.

Sebagai langage bahasa itu bersifat universal, sebab dia adalah satu sistem lambang bunyi yang digunakan manusia pada umumnya, bukan manusia pada suatu tempat atau suatu masa tertentu. Tetapi sebagai langue bahasa itu, meskipun ada ciri-ciri keuniversalannya, bersifat terbatas pada satu masyarakat tertentu. Satu masyarakat tertentu ini memang agak sukar ditafsirkan; namun ada ciri saling mengerti (mutual intelligible)  mungkin bisa dipakai pada batasan adanya suatu bahasa. Jadi, misalnya, penduduk yang ada di Garut Selatan dengan yang ada di Karawang dan di lereng Gunung Salak, Bogor, masih berada dalam satu masyarakat bahasa dan dalam satu bahasa, karena mereka masih dapat mengerti dengan alat verbalnya. Mereka dapat berkomunikasi atau berinteraksi secara verbal. Begitu juga penduduk yang berada di Banyumas dengan yang berada di Semarang dan yang berada di Surabaya. Jadi, masyarakat di daerah tersebut masih berada dalam satu bahasa dan satu masyarakat bahasa karena masih ada saling mengerti diantara sesamanya.

Setiap orang secara konkret memiliki kekhasan sendiri-sendiri dalam berbahasa (berbicara atau menulis). Kekhasan ini dapat mengenai volume suara, pilihan kata, penataan sintaksis, dan penggunaan unsur bahasa lainnya. Itulah sebabnya, kalau kita akrab dengan seseorang, kita dapat mengenali orang itu hanya dengan mendengar suaranya saja (orang tersebut tidak nampak). Maka ciri khas bahasa seseorang itu disebut dengan istilah idiolek.


2.2 Verbal Repertoire
Setiap penutur suatu bahasa mempunyai kemampuan komunikatif. Yang dimaksud dengan kemampuan komunikatif adalah kemampuan tertutur atau kemampuan untuk menggunakan bahasa sesuia dengan fungsi dan situasi serta norma-norma penggunaan bahasa dengan konteks situasi dan konteks sosialnya (Halliday 1972:269-293).

Kemampuan komunikatif seseorang ternyata juga bervariasi, setidaknya menguasai satu bahasa ibu dengan pelbagai variasinya atau ragamnya; dan yang lain mungkin menguasai, selain bahasa ibu, juga sebuah bahasa atau lain, yang diperoleh sebagai  hasil pendidikan atau pergaulanya atau penutur bahasa diluar lingkungannya. Rata-rata seeorang Indonesia yang pernah menduduki bangku sekolah menguasai bahasa ibunya dan bahasa Indonesia. Selain itu, mungkin menguasai satu bahasa daerah lain atau lebih, dan juga bahasa asing, seperti bahasa Inggris atau bahasa lainnya, apabila mereka telah memasuki pendidikan menengah atau pendidikan tinggi. Bahasa beserta ragam-ragam nya yang dimiliki atau dikuasai seseorang penutur ini biasanya disebut dengan istilah repertoir bahasa dari orang itu atau penutur tersebut.


2.3   Masyarakat Tutur
Kalau suatu kelompok orang atau suatu masyarakat mempunyai verbal repertoir yang relatif sama serta mereka mempunyai penilaian yang sama terhadap norma-norma pemakaian bahasa yang digunakan didalam masyarakat itu, maka dapat dikatakan bahwa kelompok orang itu atau masyarakat itu adalah sebuah masyarakat tutur. Jadi masyarakat tutur bukanlah hanya sekelompok orang yang menggunakan bahasa yang sama, melainkan orang yang mempunyai norma yang sama dalam menggunakan bentuk-bentuk bahasa. Perlu diingat bahwa antara para penuturnya, mereka merasa menggunakan tutur yang sama (lihat di Djokokentjono 1982).

Fishman (1976: 28) menyebut “masyarakat tutur adalah suatu masyarakat yang anggota-anggotanya setidak-tidaknya mengenal satu variasi bahasa serta norma-norma yang sesuai dengan penggunaannya”. Kata masyarakat  dalam istilah masyarakat tutur bersifat relatif dapat menyangkut masyarakat yang luas, dan dapat pula hanya menyangkut sekelompok kecil orang. Kata masyarakat itu dapat digunakan dalam penggunaan “masyarakat desa”, “masyarakat kota”, “masyarakat Jawa Barat”, “masyarakat Inggris”, “masyarakat Eropa”, dan yang hanya menyangkut sejumlah kecil orang seperti “masyarakat pendidikan”, atau “masyarakat linguistik Indonesia”.

Masyarakat tutur yang besar dan beragam memeroleh verbal-verbal repertoirnya dari pengalaman atau dari adanya interaksi verbal langsung didalam kegiatan tertentu. Mungkin juga diperoleh secara referensial dalam sebuah wadah yang disebut negara, bangsa, atau daerah. Jadi, mungkin saja suatu wadah negara, bangsa, atau daerah membentuk suatu masyarakat tutur dalam pengertian simbolik itu. Dalam hal ini tentu saja bahasa yang disebut bahasa nasional dan bahasa daerah jelas mewakili masyarakat tutur tertentu dalam hubungannya dengan variasi kebahasaan.

Dilihat dari sempit dan luasnya repertoirnya, dapat dibedakan adanya dua macam masyarakat tutur, yaitu (1) masyarakat tutur yang repertoirnya pemakainya lebih luas, dan menunjukan verbal repertoir setiap penutur yang lebih luas pula; dan (2) Masyarakat tutur yang sebagian anggotanya mempunyai pemahaman sehari-hari dam aspirasi hidup yang sama, dan menujukan pemilikan wilayah linguistik yang lebih sempit, termasuk juga perbedaan variasinya. Kedua jenis masyarakat tutur ini terdapat baik dalam masyarakat yang termasuk kecil dan tradisional maupun masyrakat besar dan modern. Hanya , seperti dikatakan Fishman (1973:33) dan juga Gumperz(1964:37-52) masyarakat modern mempunyai kecenderungan masyarakat memiliki masyaratkat tutur yang lebih terbuka dan cenderung menggunakan variasi dalam bahas yang sama; sedangkan masyarakat tradisional bersifat tertutup dan cenderung menggunakan variasi dari beberapa bahasa yang berlainan. Penyebab dari kecendrungan itu adalah berbagai faktor sosial dan faktor kultural.


2.4    Bahasa dan Tingkatan Sosial Masyarakat
Adanya tingkatan sosial didalam masyarakat dapat dilihat dari dua segi: pertama, dari segi kebangsawanan, jika hal tersebut masih ada; dan kedua dari segi kedudukan sosial yang ditandai dengan tingkatan pendidikan dan keadaan perekonomian yang dimiliki. Biasanya yang dimiliki pendidikan lebih baik memeroleh kemungkinan untuk memeroleh taraf perekonomian yang lebih baik pula. Tetapi ini tidak mutlak, bisa saja taraf pendidikannya lebih baik, namun, taraf perekonomiannya kurang baik. Sebaliknya, yang memiliki taraf pendidikan kurang, tetapi memiliki taraf perekonomian yang baik.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

UNSUR-UNSUR INTRINSIK THE LION KING

Metode Rekonstruksi (Mata Kuliah Perbandingan Bahasa Nusantara)

Cerpen Pemandangan Perut dalam Teori Konvensi