Materi untuk Debat: Penghapusan UN di Sekolah Dasar



PENGHAPUSAN UN DI SEKOLAH DASAR


PRO I (Argumentasi)
Saya sebagai pihak pro setuju bahwa UN di Sekolah Dasar dihapuskan karena tidak adil jika hanya tiga mata pelajaran saja yang diujikan dalam UN. Sementara, siswa selama enam tahun sekolah mempelajari banyak pelajaran. Selain itu, sangat tidak adil juga jika menentukan kelulusan peserta didik hanya dengan waktu 3 atau 4 hari saja. Berbagai pengorbanan, moril maupun materiil, selama 6 tahun tampaknya sia-sia ketika mereka gagal memperoleh nilai ujian nasional di atas standard nasional. Banyak siswa berprestasi tidak lulus hanya lantaran gagal dalam ujian nasional. Ujian sebagai standarisasi kelulusan itu dianggap mengabaikan prestasi yang dibina anak didik selama bertahun-tahun.

KONTRA I (Sanggahan dan Argumentasi)
Saya sebagai pihak kontra menolak dengan tegas pernyataan tersebut. UN di Sekolah Dasar bukan memiliki tujuan untuk menjatuhkan peserta didik. Bukankah UN itu sudah menjadi tradisi untuk menguji tingkat kemampuan siswanya, dengan diujikannya soal-soal UN maka kita akan mengetahui tingkat kemampuan siswa dalam mereka belajar selama 6 tahun. Sehubungan dengan hal tersebut, Menteri Pendidikan Nasional menerbitkan peraturan  No. 74 dan 75 tentang Panduan UN Tahun Pelajaran 2009-2010 SD, salah satu isinya menyebutkan  bahwa  hasil UN digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk penentuan kelulusan peserta didik dari program dan/atau satuan pendidikan.  Selain itu sebagaimana dalam pasal 58 ayat (1) “Evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan”. Jadi, UN bukanlah untuk menyulitkan siswa namun sebagai evaluasi hasil belajar untuk meningkatkan mutu pendidikan dan standardisasi nasional. Jika UN SD dihapus akan memberikan dampak buruk terhadap dunia pendidikan di Indonesia karena tidak ada instrumen yang menjadi tolak ukur kemajuan pendidikan.

PRO II (Sanggahan dan Argumentasi)
Anda menyebutkan untuk standardisasi nasional. Kenyataan yang kita hadapi adalah pembelajaran yang ada di desa dan di kota jauh berbeda. Pembelajaran di kota mungkin jauh lebih unggul, bisa kita lihat dari segi guru yang kompeten, sarana dan prasarana yang mendukung, dan keefisienan proses belajar mengajar. Tentu tidak akan sama pembelajaran yang ada di Sumatra, Jawa, atau pun di Papua. UN untuk penyeragaman atau pengintegrasian bangsa, dengan demikian artinya tidak menghargai perbedaan. Materi yang diujikan di Jawa dengan materi di Papua tentunya tidak bisa dipaksa atau disamakan. Bagaimana bisa kita melakukan evaluasi yang bertujuan menstandarkan mutu secara nasional. Setiap daerah memiliki kebutuhan yang berbeda. Hanya daerah masing-masing atau sekolahlah yang mengetahui situasi dan kondisi pembelajaran dan evaluasi apa yang tepat diterapkan di sekolahnya. Sebaiknya, evaluasi kelulusan bukan berdasarkan hasil UN atau campuran UN dengan ujian sekolah, tetapi murni berdasarkan ujian sekolah atau ujian mandiri. Ujian mandiri yang dilaksanan oleh pihak sekolah tersebut tetap berpegangan pada standard-standard secara nasional, batas minimum, dan aturan pembuatan soal dari pemerintah pusat.

KONTRA II ( Jawaban Sanggahan)
Penyeragaman atau pengintegrasian ujian nasional bukan seperti yang Anda maksud. Ujian nasional yang terintegrasi dengan ujian sekolah (UNTUS) pada Sekolah Dasar (SD) dengan standar kelulusan 3 mata pelajaran, yaitu Matematika, IPA, dan Bahasa Indonesia tidak dipatok oleh pemerintah pusat melainkan sepenuhnya diserahkan pada kebijakan masing-masing sekolah. Pemerintah pusat hanya membuat soal yang porsinya 40%, sementara sisanya 60% diserahkan pada pemerintah daerah. Kriteria kelulusan ditentukan melalui rapat dewan guru dengan mempertimbangkan nilai minimum dan nilai rata-rata dari ketiga mata pelajaran yang diujikan. Selanjutnya peserta akan diberi surat keterangan hasil UNTUS yang diterbitkan oleh sekolah.

PRO II (Sanggahan)
Ya, ujian integrasi dengan pembagian 60 persen dan 40 persen porsi kewenangan sekolah dan negara justru dipakai sebagai sarana menggelembungkan nilai agar siswa sekolah bisa lulus UN. Kultur manipulatif diwadahi melalui kebijakan kalkulasi porsi penilaian ini. Jadi, ada permainan nilai di sekolah.

KONTRA II (Jawaban Sanggahan dan Pelanjutan Argumentasi)
Jika ada indikasi seperti itu tentunya bukan karena kesalahan dari pembagian porsi ujian terintegrasi melainkan ketidakjujuran pihak sekolah dalam menghadapi ujian nasional. Selama ini UN digunakan sebagai tolok ukur belajar. Selain itu, UN dapat dijadikan tolok ukur untuk siswa dalam neneruskan ke jenjang selanjutnya. Jika tidak ada UN maka siswa masih harus mengikuti tes lagi untuk masuk ke SMP. Padahal, seharusnya anak bisa menggunakan nilai UN untuk mendaftar ke sekolah favorit. Jika UN tingkat SD dihapus, maka akan membuat peserta didik kebingungan ketika akan mengikuti seleksi penerimaan ke tingkat menengah pertama. Nanti indikasi seperti apa yang akan ditentukan oleh SMP saat menyeleksi murid-murid lulusan SD.

PRO I (Argumentasi)
UN sebagai evaluasi dan tolok ukur belajar, bagi siswa SD seharusnya bertujuan melihat kemajuan siswa bukan penentu kelulusan dan masuk atau tidaknya ke SMP. Untuk mendaftar ke SMP, siswa bisa menggunakan nilai akhir pada raport kelas VI mereka sehingga tidak perlu lagi mengikuti tes ujian masuk. Sudah tidak asing bahwa UN SD menjadi momok bagi siswa dan sekolah. Ada kekhawatiran tidak lulus sehingga UN menjadi sebuah beban tersendiri. Setiap menjelang ujian nasional para siswa dilanda stres yang luar biasa. Tidak hanya karena peningkatan aktivitas belajar tetapi yang paling berat adalah beban psikologis, yakni apakah mereka akan lulus atau tidak. Siswa SD akan mengalami stres tingkat tinggi, seperti cemas, khawatir, gelisah, dan frustasi ketika menghadapi UN sebab mereka belum ada pengalaman sebelumnya dan mungkin merupakan sesuatu yang sangat menegangkan bagi mereka. Terlebih lagi UN menyita waktu bermain anak yang disibukkan dengan belajar keras di rumah atau pun lembaga penyelenggara pendidikan atau bimbel.

KONTRA I (Sanggahan dan Argumentasi)
UN sering dianggap hal yang menakutkan. Padahal hal tersebut hanyalah ekspresi ketakutan atau kekecewaan dari mereka yang tidak melaksanakan proses belajar mengajar dengan sungguh-sungguh. Adanya UN berdampak positif bagi anak agar terbiasa menghadapi ujian sejak kecil. Jika anak sudah terlatih menghadapi tantangan, dia akan tahan uji kemudian hari. Oleh karena itu, mereka membutuhkan dukungan atau motivasi terutama dari orang tua, teman, kerabat, dan lain sebagainya. Jangan sampai membiarkan seseorang mengalami stres yang berkepanjangan karena akan berakibat buruk. Pemberian curahan kasih sayang, perhatian, dan kepedulian akan mengurangi atau meminimalkan rasa stres. Tidak ada satu orang pun, termasuk anak-anak, yang dapat sepenuhnya melarikan diri dari keadaan yang sarat dengan tekanan batin atau stres itu. Kita dapat mengurangi sumber-sumber stres yang dapat menggerogoti keadaan mental anggota keluarga sampai pada tingkat yang masih dapat diatasi atau dikuasai, dan menolong mereka untuk mengendalikan akibat tekanan itu.

PRO II (Argumentasi)
Pelaksanaan UN di Sekolah Dasar tidak sejalan dengan Kurikulum 2013 yang tematik integratif. Cara evaluasi pada Kurikulum 2013 menggunakan pola authentic assessment. Sistem evaluasi model multiple choice (pilihan ganda) sebagaimana UN tidak berhubungan dengan Kurikulum 2013 yang menekankan pada pengetahuan dan keterampilan. Selain itu, penghapusan UN SD merupakan suatu keharusan sebab ada program wajib belajar (Wajar) 9 tahun dan akan masuk program wajar 12 tahun. Sekolah Dasar masih kerangka Wajar 9 tahun, jika diadakan ujian nasional tingkat Sekolah Dasar maka akan memotong program wajib belajar tersebut. Sesungguhnya SD menuju SMP merupakan satu kesatuan. Selain itu, guru hanya akan mengajarkan beberapa topik atau kompetensi yang (berdasarkan panduan SKL) diprediksi bakal keluar dalam UN dan cenderung mengabaikan kompetensi lainnya yang diperkirakan tak akan diujikan dalam UN.

KONTRA II (Sanggahan dan Argumentasi)
Saya rasa tipe soal multiple choice atau pilihan ganda merupakan tipe soal yang tepat dan objektif. Tipe soal pilihan ganda sudah memenuhi keajegan dan reabilitasnya dalam mencapai tujuannya, yaitu untuk mengetes dan mengetahui pengetahuan peserta didik yang telah berlangsung selama 6 tahun. Untuk menilai keterampilan peserta didik bisa dilakukan pada saat proses pembelajaran berlangsung dan juga penilaian dalam praktikum yang dilakukan oleh siswa, seperti praktikum olahraga, melukis, IPA, berbahasa, dan lain-lain. Tidak akan memengaruhi program wajib belajar 9 tahun jika kita tetap menggunakan UN sebagai penentu kelulusan, karena UN juga sebagai alat untuk melanjutkan ke jenjang berikutnya, yaitu Sekolah Menengah Pertama (SMP). Untuk guru yang hanya terfokus pada materi-materi yang diujikan dalam ujian nasional bukan suatu permasalahan. Memang sudah ada aturan dan kesepatan bahwa pada semester ganjil kelas VI, peserta didik diajarkan seluruh materi yang ada pada kelas VI lalu pada semester genap guru memfokuskan materi yang akan diujikan dalam ujian nasional dengan cara melakukan latihan-latihan soal dan membahasnya.

PRO I
UN hendaknya sebatas untuk mengetahui peta kualitas pendidikan di Indonesia. Melalui UN dapat diketahui sejauh mana kurikulum secara nasional tercapai bukan menjadi alat penentu kelulusan siswa. Kualitas pembelajaran sebaiknya tidak dibebankan ke siswa dengan target nilai. Siswa menderita masalah psikologis yang serius. Banyak siswa mengalami kecemasan saat ujian dan banyak yang merasa frustasi karena gagal ujian. Kondisi psikologis siswa saat menempuh ujian tidaklah sama satu dengan yang lain. Kecemasan tentunya memengaruhi performa peserta ujian, yang pada gilirannya berimbas pada hasil ujian. Tekanan psikologis inilah yang rupanya tidak diperhitungkan oleh penyelenggara ujian nasional.      Sebaiknya, pemerintah menyerahkan sekolah-sekolah dasar untuk menyelenggarakan ujian kelulusan sendiri.

 KONTRA I
Ujian nasional atau ujian yang distandarkan memiliki beberapa hal positif yang berdampak pada peningkatan mutu pendidikan. Di antara hal positif yang dihasilkan adalah munculnya semangat belajar atau kemauan belajar siswa agar dapat menguasai pelajaran yang diujikan, meningkatkan kompetensi guru untuk selalu memperbaharui pengetahuannya karena pengetahuan selalu berubah seiring dengan perkembangan zaman, meningkatkan peran orang tua dalam mengawasi proses belajar anak di rumah, dapat dilakukan analisis dan penilaian terhadap kinerja sekolah sebagai bentuk akuntabilitas terhadap orang tua dan masyarakat. Dari segi psikologi, untuk siswa SD dilaksanakan UN memiliki manfaat untuk memberikan sikap disiplin, berlatih dalam menghadapi ujian nasional, memberikan rasa tanggung jawab untuk belajar lebih giat lagi dalam menghadapi UN. Dari segi psikologi jika dilihat dari guru, guru harus lebih kuat untuk menguatkan siswanya agar siswa tidak takut menghadapi UN. Instrumen UN sebagai standar kompetensi kelulusan, dapat menjadi stimulus kepada semua pihak, baik dari pemerintah, guru, sampai siswa untuk mempersiapkan diri untuk menjadi lebih baik.

Komentar

  1. BAGUS BANGET ARGUMENT PRO DAN KONTRA THANK YOU

    BalasHapus
  2. Keren banget, jadi ada bahan untuk diskusi disekolah nanti, saya selaku Pro, jadi ada bahan nihh. thank's yaaaa !!😂☺😇

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih. Alhamdulillah kalau bermanfaat. Semangat untuk sekolahnya 😃

      Hapus
  3. Keren banget, jadi ada bahan untuk diskusi disekolah nanti, saya selaku Pro, jadi ada bahan nihh. thank's yaaaa !!😂☺😇

    BalasHapus
  4. Keren ka, ka buat dong materi debat judulnya apakah anda setuju bahasa indonesia dihapus dalam un ☺

    BalasHapus
  5. Kak buatin dong argumen tentang acara talkshow di televisi

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

UNSUR-UNSUR INTRINSIK THE LION KING

Cerpen Pemandangan Perut dalam Teori Konvensi

Metode Rekonstruksi (Mata Kuliah Perbandingan Bahasa Nusantara)