KELAS KATA DALAM BAHASA SUNDA


KELAS KATA DALAM BAHASA SUNDA


Trie Utami
FKIP Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah
Universitas Lampung


Abstrak
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan kelas kata dalam bahasa Sunda. Lokasi pengamatan dalam penelitian ini di Kota Karang Raya, Sinar Laut, Bandar Lampung. Sumber data penelitian yaitu masyarakat penutur bahasa Sunda. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Langkah penelitian berupa tahap penyediaan data, tahap analisis data, dan tahap penyajian data. Pada tahap penyediaan data menggunakan metode cakap dengan teknik cakap semuka, teknik catat, dan teknik rekam. Penelitian ini memperoleh hasil antara lain kata dasar yang berkategori verba berjumlah 6 kata, kata dasar yang berkategori nomina berjumlah 4 kata, dan kata dasar yang berkategori adjektiva berjumlah 5 kata. Kemudian, 15 kata dasar tersebut mengalami afiksasi dan hasilnya ditemukan 13 kata yang termasuk kelas verba, 1 kata yang termasuk kelas nomina, dan 1 kata yang termasuk kelas adverbia.

Kata kunci: kelas kata dan bahasa Sunda


PENDAHULUAN


Kata memiliki karakter, ciri, atau sifat yang berbeda sehingga dalam linguistik biasa dilakukan klasifikasi, penggolongan, atau kategorisasi kata-kata. Dalam hal ini, kata-kata yang mempunyai karakter, ciri, atau kategori yang sama dimasukkan ke dalam satu kelas atau kelompok. Klasifikasi atau kategorisasi kata-kata disebut dengan kelas kata (Chaer, 2008: 64).

Kelas kata adalah perangkat kata yang sedikit banyak berperilaku sintaksis sama. Dapat juga terjadi kata-kata yang sudah dimasukkan ke dalam satu kelas, perlu dikelompokkan lagi ke dalam subkelas atau subkelompok lain. Sementara itu, subkelas kata adalah bagian dari suatu perangkat kata yang berperilaku sintaksis sama (Putrayasa, 2010: 44).

Secara tradisional kata-kata dikelompokkan atau diklasifikasikan berdasarkan kriteria semantik dan kriteria fungsi. Kriteria semantik digunakan untuk mengklasifikasi-kan kelas verba, kelas nomina, dan kelas adjektiva. Lalu, kriteria fungsi digunakan untuk menentukan kelas preposisi, kelas konjungsi, dan lainnya (Chaer, 2008: 64).

Secara tradisional dikenal adanya kata-kata yang termasuk kelas verba, nomina, adjektiva, adverbia, numeralia, preposisi, konjungsi, pronomina, artikula, dan interjeksi (Chaer, 2008: 64).

Verba adalah kata yang menyatakan tindakan. Dari bentuknya, verba dapat dibedakan menjadi 2, yaitu verba dasar bebas dan verba turunan. Verba dasar bebas merupakan verba yang berupa morfem dasar bebas, seperti duduk, makan, dan sebagainya. Verba turunan merupakan verba yang telah mengalami proses morfologis seperti afiksasi, reduplikasi, dan lain-lain (Putrayasa, 2010: 45).

Nomina adalah kategori yang secara sintaksis tidak mempunyai potensi untuk bergabung dengan partikel tidak, tetapi mempunyai potensi untuk didahului oleh partikel dari. Berdasarkan segi semantisnya, kata benda adalah kata yang mengacu pada manusia, binatang, benda, dan konsep atau pengertian (Putrayasa, 2010: 67).

Adjektiva atau sering juga disebut sebagai kata sifat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, adjektiva adalah kata yang menerangkan nomina (kata benda) dan secara umum dapat bergabung dengan kata lebih dan sangat.

Adverbia lazim disebut kata keterangan atau kata keterangan tambahan. Adverbia adalah kategori yang dapat mendampingi adjektiva, numeralia, atau preposisi dalam konstruksi sintaksis (Putrayasa, 1994: 46).

Numeralia adalah kategori kata yang dapat mendampingi nomina dalam konstruksi sintaksis, mempunyai potensi untuk mendampingi numeralia lain, dan tidak dapat bergabung dengan tidak atau sangat (Chaer, 2008: 64). Numeralia mewakili bilangan atau membawa konsep-konsep hitungan.

Preposisi atau kata depan adalah kata-kata yang digunakan untuk merangkaikan nomina dengan verba di dalam suatu klausa. Misalnya kata di untuk merangkaikan kata kursi menjadi di kursi (Chaer, 2008: 96).

Konjungsi atau kata penghubung adalah kata-kata yang menghubungkan satuan-satuan sintaksis, baik antara kata dengan kata, antara frase dengan frase, antara klausa dengan klausa, atau antara kalimat dengan kalimat (Chaer, 2008: 98).

Pronomina lazim disebut kata ganti. Pronomina adalah kategori yang berfungsi untuk menggantikan nomina (Putrayasa, 2010: 51).

Artikula atau kata sandang adalah kata-kata yang berfungsi sebagai penentu atau mendefinitkan sesuatu nomina, adjektiva, atau kelas lain. Artikula berupa partikel. Oleh karena itu, artikula tidak dapat berafiksasi (Chaer, 2008: 104).

Interjeksi adalah kategori yang bertugas mengungkapkan perasaan pembicara dan secara sintaksis tidak berhubungan dengan kata-kata lain dalam ujaran (Putrayasa, 2010: 66).

Wijayakusumah dalam Prawiraatmaja dkk. (1986: 17) mengemukakan bahwa dalam bahasa Sunda memiliki tingkat bahasa. Tingkat bahasa di sini berarti sistem yang terdapat dalam bahasa Sunda mengekspresikan tingkat-tingkat rasa hormat yang bersangkut-paut dengan relasi sosial dan orang-orang yang memper-gunakan bahasa Sunda. Tingkat bahasa ini biasa digunakan untuk kata-kata yang berkategori pronomina. Seseorang memilih kata-kata yang tepat digunakan kepada lawan bicaranya.

METODE
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu deskriptif kualitatif. Metode deskriptif adalah metode yang bertujuan membuat deskripsi; maksudnya membuat gambaran, lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai data, sifat-sifat serta hubungan fenomena-fenomena yang diteliti (Djajasudarma, 2010: 9).

Data dalam penelitian ini berupa kosakata. Kosakata adalah perbendaharaan atau kekayaan kata yang terdapat dalam sebuah bahasa. Kosakata bahasa Sunda adalah perbendaharaan atau kekayaan kata yang terdapat dalam bahasa Sunda (Wahya, 2015: 70). Dalam penelitian ini difokuskan pada kata-kata yang termasuk kategori verba, nomina, adjektiva, adverbia, dan pronomina.

Sumber data dalam penelitian ini masyarakat penutur bahasa Sunda dengan informan bernama Edi dan Anah. Informan dalam penelitian ini yakni dua warga di Kota Karang Raya, Sinar Laut, Bandar Lampung yang merupakan masyarakat penutur bahasa Sunda. Kedua informan tersebut antara lain sebagai berikut.

1. Nama             : Edi
    Usia               : 56 tahun
    Tempat lahir  : Teluk Betung Selatan, Bandar Lampung
    Pekerjaan       : Buruh

2. Nama             : Anah
     Usia              : 44 tahun
     Tempat lahir : Desa Sodong Kec. Saketi,Jawa Barat

     Pekerjaan      : Ibu rumah tangga

Penelitian ini mengikuti prosedur yang dikemukakan oleh Sudaryanto dalam Mahsun (1995: 93) yang dilakukan dalam tiga tahap, yaitu tahap penyediaan data, tahap analisis data, dan tahap penyajian data. Tahap penyediaan data meliputi (1) menentukan daerah pemakaian bahasa Sunda yang diteliti, (2) mempersiapkan instrumen yang berupa daftar pertanyaan berupa kosakata, dan (3) pelaksanaan penelitian lapangan. Kemudian, tahap analisis data meliputi (1) menata data hasil catatan dan rekaman dalam bentuk transkripsi dan (2) menganalisis temuan kata yang mengalami afiksasi dan diklasifikasikan berdasarkan kelasnya. Lalu, tahap penyajian data berupa (1) menyajikan dan membahas temuan kata yang diklasifikasikan berdasarkan kelasnya dan (2) menyimpulkan hasil analisis.

Pada tahap penyediaan data menggunakan metode cakap dengan teknik cakap semuka, teknik catat, dan teknik rekam (Mahsun, 1995: 94—98). Penjelasan ketiga teknik tersebut sebagai berikut.
1.  Teknik cakap semuka dilakukan peneliti dengan mendatangi langsung daerah pengamatan dan melakukan percakapan dengan para informan.
2.  Teknik catat dilakukan peneliti untuk mencatat informasi berupa kata-kata yang diucapkan oleh informan.
3.  Teknik rekam dilakukan peneliti untuk merekam kata-kata yang diucapkan oleh informan dan sebagai alat bantu untuk pengecekan data.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian ditemukan kata dasar yang berkategori verba berjumlah 6 kata, kata dasar yang berkategori nomina berjumlah 4 kata, dan kata dasar yang berkategori adjektiva berjumlah 5 kata. Kemudian, 15 kata dasar tersebut mengalami afiksasi dan hasilnya ditemukan 13 kata yang termasuk kelas verba, 1 kata yang termasuk kelas nomina, dan 1 kata yang termasuk kelas adverbia. Kata-kata tersebut dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2 berikut ini.


                       Tabel 1. Kata Dasar

No.
Kata Dasar
Arti
Kelas Kata
1.
Kumbah
Basuh
Verba
2.
Mawa
Bawa
Verba
3.
Lawan
Lawan
Verba
4.
Dangu
Dengar
Verba
5.
Hatur
Ucap
Verba
6.
Hilang
Hilang
Verba
7.
Dapǝtǝun
Peroleh
Nomina
8.
Tungkus
Bungkus
Nomina
9.
Garaji
Gergaji
Nomina
10
Senyum
Senyum
Nomina
11.
Cepet
Cepat
Adjektiva
12.
Riweh
Repot/ Sibuk
Adjektiva
13.
Hampura
Maaf
Adjektiva
14.
nǝr
Betul/ Benar
Adjektiva
15.
Bǝrǝm
Merah
Adjektiva

Berdasarkan Tabel 1 ditemukan tiga kelas kata, yaitu verba, nomina, dan adjektiva. Kata dasar yang berkategori verba berjumlah 6 kata, yaitu kumbah, mawa, lawan, dangu, hatur, dan hilang. Kata dasar yang berkategori nomina berjumlah 4 kata, yaitu dapǝtǝun, tungkus, garaji, dan senyum. Kata dasar yang berkategori adjektiva berjumlah 5 kata, yaitu cepet, riweh, hampura, bǝnǝr, dan bǝrǝm.

Kelima belas kata dasar di atas diberi afiks sehingga menghasilkan kata-kata seperti yang terlihat pada Tabel 2 berikut ini.
  

                                 Tabel 2 Pemberian Afiks pada Kata Dasar


Kata Dasar
Diberi Afiks
Hasil Afiksasi
Arti
 Kelas 
 Kata
Kumbah
Ng-
Ngumbah
 Membasuh
Verba
Mawa
Ng-
Ngamawa
 Membawa
Verba
Lawan
Ng-
Ngalawan
 Melawan
Verba
Dangu
Ng—kǝun
Ngadangu-kǝun
 Mendengar-    
 kan
Verba
Hatur
Ng—kǝun
Ngahatur-kǝun
 Mengucap-
 kan
Verba
Hilang
Ng—kǝun
Ngahilang-kǝun
 Menghilang-
 kan
Verba
Dapǝtǝun
Ng-
Ngadapǝ-tǝun
 Memperoleh
Verba
Tungkus
Ng-
Ngatungkus
 Membung-
 kus
Verba
Garaji
Ng-
Ngagaraji
 Menggergaji
Verba
Senyum
Te-
Tesenyum
 Tersenyum
Verba
Cepet
Sa—na
Sacǝpǝtna
 Secepatnya
 Adverbia
Riweh
Ng-
Ngaririwǝh
 Merepotkan
Verba
Hampura
Ng—kǝun
Ngaham-purakǝun
 Memaafkan
Verba
Bǝnǝr
-kǝun
Bǝnǝrkǝun
 Betulkan
Verba
Bǝrǝm
Ka—an
Kabǝrǝman
 Kemerahan
Nomina


Berdasarkan tabel 2, ditemukan 4 kelas kata, yaitu verba, nomina, adjektiva, dan adverbia. Masing-masing penjelasannya sebagai berikut.

A. Verba (Kata Kerja)
Berdasarkan Tabel 2, kelima belas kata dasar yang diberi afiks menghasilkan 13 kata yang termasuk kelas verba, antara lain sebagai berikut.
1.        Ngumbah
2.        Ngamawa
3.        Ngalawan
4.        Ngadangukǝun
5.        Ngahaturkǝun
6.        Ngahilangkǝun
7.        Ngadapǝtǝun
8.        Ngatungkus
9.        Ngagaraji
10.    Tesenyum
11.    Ngaririwǝh
12.    Ngahampurakǝun
13.    nǝrkǝun

Kata-kata di atas mengalami afiksasi dan dapat dilihat adanya penambahan prefiks (ng-, te-), sufiks (-kǝun), dan kombinasi afiks (ngkǝun). Keempat afiks tersebut merupakan afiks dalam bahasa Sunda. Berikut masing-masing penjelasannya.
1.  Prefiks
Prefiks memiliki arti afiks yang diletakkan di depan bentuk dasar (Putrayasa, 2010: 7).  
a.  Prefiks Ng-
     Prefiks ng- dalam bahasa Sunda sama dengan prefiks me- dalam bahasa Indonesia. Prefiks ng- memiliki fungsi sebagai pembentuk kata kerja. Apabila kata dasar yang memperoleh prefiks ng-, kata tersebut akan terbentuk sebagai kata kerja atau tergolong kelas verba.
b.  Prefiks Te-
     Prefiks te- dalam bahasa Sunda sama dengan prefiks ter- dalam bahasa Indonesia. Prefiks te- memiliki fungsi sebagai pembentuk kata kerja pasif. Jika kata dasar yang memperoleh prefiks te-, kata tersebut akan terbentuk sebagai kata kerja pasif atau tergolong kelas verba.

2.  Sufiks
Sufiks adalah afiks diletakkan di belakang bentuk dasar (Putrayasa, 2010: 7). Sufiks -kǝun dalam bahasa Sunda sama dengan sufiks –kan dalam bahasa Indonesia. Sufiks -kǝun berfungsi sebagai pembentuk kata kerja. Jadi, kata yang mengalami penambahan sufiks –kǝun termasuk kata kerja atau verba.

3.  Kombinasi Afiks
Kombinasi afiks atau imbuhan gabungan biasanya membentuk kata kerja atau verba. Jadi, kata yang mengalami penambahan afiks ngkǝun akan menjadi kata kerja atau verba.

B. Nomina (Kata Benda)
Berdasarkan Tabel 2, kata dasar yang diberi afiks menghasilkan 1 kata yang termasuk kelas nomina, yaitu kabǝrǝman. Kata kabǝrǝman diperoleh dari proses afiksasi ka—an dengan bǝrǝm. Konfiks ka—an memiliki fungsi sebagai pembentuk kata benda atau nomina. Oleh karena itu, kata yang mengalami penambahan konfiks ka—an akan masuk kelas nomina.

C. Adjektiva (Kata Sifat)
Berdasarkan Tabel 2, kata dasar yang diberi afiks tidak terdapat kata yang termasuk kelas adjektiva.

D. Adverbia (Kata Keterangan)
Berdasarkan Tabel 2, kata dasar yang diberi afiks menghasilkan 1 kata yang termasuk kelas adjektiva, yaitu sacǝpǝtna. Kata sacǝpǝtna mengalami penambahan konfiks sa—na dengan kata dasar cǝpǝt. Konfiks sa—na memiliki fungsi sebagai pembentuk adverbia atau kata keterangan. Oleh karena itu, kata yang mengalami penambahan konfiks sa—na termasuk kelas adverbia.

E. Pronomina
Pronomina persona dapat mengacu pada diri sendiri (pronomina persona pertama, orang yang diajak bicara (pronomina persona kedua, dan orang yang dibicarakan (pronomina persona ketiga). Dalam bahasa Sunda terdapat penggunaan pronomina persona yang penyebutannya disesuaikan dengan situasi penggunaan bahasa (undak usuk basa). Berikut ini pronomina persona yang terdapat dalam bahasa Sunda.

1) Pronomina Persona Pertama
Ini berhubungan erat dengan undak usuk basa. Pronomina persona pertama dalam bahasa Sunda dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini.

                               Tabel 3. Pronomina Persona Pertama dalam Bahasa Sunda

Jumlah Persona
Situasi dalam Berbahasa
Arti
Halus dan Resmi
Halus Tak-Resmi
Sesama dan Akrab
Kasar
Tunggal
Simkuring
Abdi
a. Kuring
b. Dewek
c. Urang
Aing
Saya
Jamak
Simkuring-sadayana
Abdi-sadayana
Kuring-sarerea
-
      Kami

Berikut ini contoh kalimat yang menggunakan pronomina persona pertama beserta penjelasannya.
a.  Langkung tipayun, simkuring ngahaturkǝun nuhun ka baraya sadaya nu tos sumping ka acara iǝu.
     (Terlebih dahulu, saya ucapkan terima kasih kepada saudara-saudara yang telah datang ke acara ini.)
     Ket: Simkuring biasa digunakan dalam situasi formal/ada khalayak ramai/bahasa tulis.

b.  Abdi mah atos nǝda di bumi.
     (Saya sudah makan di rumah.)
     Ket: Abdi merupakan bahasa halus yang biasa digunakan dalam situasi tidak formal, lawan bicara yang lebih tinggi usianya, atau dengan orang yang baru bertemu/belum kenal.

c.  Kuring rek indit ka Bandung.
     (Saya akan pergi ke Bandung.)
     Ket: Kuring digunakan dalam situasi akrab dan lawan bicara seusia.

d.  Dewek rek ngusǝup di walungan. 
     (Saya akan memancing di sungai.)
     Ket: Dewek digunakan dalam situasi akrab agak kasar, namun jarang dipakai.

e.  Urang tǝu ngarti ku jalan pikiran maneh!
     (Saya tidak mengerti jalan pikiran kamu!)
     Ket: Urang sering digunakan dalam percakapan situasi akrab/lawan bicara seusia.

f.  Aing mah kajǝun gǝlut jǝung sia tibatan dihina mah!
     (Saya lebih baik berkelahi dengan kamu daripada dihina!)
     Ket: Aing merupakan bahasa kasar yang biasanya berhubungan dengan emosi si penutur. 

2)  Pronomina Persona Kedua
Pronomina persona kedua dalam bahasa Sunda dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini.

Tabel 4. Pronomina Persona Kedua
dalam Bahasa Sunda


Jumlah Persona
Situasi dalam Berbahasa
Arti
Halus dan Resmi
Halus TakResmi
Sesama
 dan Akrab
Kasar
Tunggal
-
a. Hidǝp
b. Anjǝun
a. Maneh
b. Di dinya
a. Silaing
b. Sia
Kamu
Jamak
-
a. Hidǝp-
    sarerea
b. Aranjǝun
Maraneh
-
Kalian

Berikut ini contoh kalimat yang menggunakan pronomina persona kedua beserta penjelasannya.
a.  Hidǝp teh gǝus lain budak lǝutik, sing bisa mawa diri.
     (Kamu bukan anak kecil lagi, harus bisa bawa diri.)
     Ket: Hidǝp merupakan bahasa halus yang biasa digunakan pada lawan bicara yang usianya lebih rendah.

b.  Anjǝun tǝu wǝleh dipikasono ku Akang.
     (Kamu selalu dirindukan oleh Akang.)
     Ket: Anjǝun merupakan bahasa halus dan orangnya sudah sangat dekat.

c.  Maneh mah ǝuy nu kitu wae tǝu ngarti.  (Kamu tuh yang begitu saja tidak ngerti.)
     Ket: Maneh merupakan ragam bahasa akrab/seusia.

d.  Di dinya rek milu moal ulin ka Dago? (Kamu mau ikut gak main ke Dago?)
     Ket: Di dinya merupakan ragam bahasa akrab/seusia.

e.  Ari silaing diomongan teh kalahkah ngalawan!
     (Kamu tuh diomongin malah melawan!)
     Ket: Silaing merupakan bahasa kasar yang digunakan berhubungan dengan emosi, namun lebih agak halus dibanding sia.

f.  Ari sia, bǝlǝgug pisan jadi jǝlǝma teh!
     (Kamu tuh bodoh banget jadi manusia!)
     Ket: Sia merupakan bahasa kasar yang digunakan berhubungan dengan emosi/marah.

3)  Pronomina Persona Ketiga
Pronomina persona ketiga dalam bahasa Sunda dapat dilihat pada Tabel 5 berikut ini.


Tabel 5. Pronomina Persona Ketiga dalam Bahasa Sunda

Jumlah Persona
Situasi dalam Berbahasa
Arti
Halus dan Resmi
Halus TakResmi
Sesama
dan Akrab
Kasar
Tunggal
-
Anjǝunna
Manehna
-
Dia
Jamak
-
Aranjǝunna
Maranehna
-
Mereka

Berikut ini contoh kalimat yang menggunakan pronomina persona ketiga beserta penjelasannya.
a.  Anjǝunna kantos amǝng ka Bandung basa taun kamarin.
     (Dia pernah main ke Bandung waktu tahun kemarin).
     Ket: Ini merupakan bahasa halus.
b.  Manehna karek datang pǝuting tadi ti Jakarta.
     (Dia baru datang tadi malam dari Jakarta.)
     Ket: Ini merupakan ragam bahasa akrab/seusia.

c.  Aranjǝunna teh tamu ti Lampung.  
     (Mereka adalah tamu dari Lampung).
     Ket: Ini merupakan bahasa halus.

d.  Maranehna kǝur tilǝm di imah.      
     (Mereka sedang tidur di rumah).
     Ket: Ini merupakan ragam bahasa akrab/seusia.


SIMPULAN
Kata memiliki karakter, ciri, atau sifat yang berbeda sehingga dalam linguistik biasa dilakukan klasifikasi, penggolongan, atau kategorisasi kata-kata. Kata dasar yang awalnya tergolong dalam kelas kata tertentu jika diberi afiks bisa saja tetap pada kelas kata itu atau dapat pula berubah kelas katanya.

Berubahnya kelas kata tersebut disebabkan oleh afiks, baik itu prefiks, sufiks, atau konfiks. Masing-masing afiks sudah memiliki fungsi tersendiri jadi hal itulah yang menjawab mengapa kata dasar yang semula berkategori nomina dapat berubah menjadi verba jika ditambah afiks yang memiliki fungsi sebagai pembentuk verba.

Sementara itu, dalam bahasa Sunda terdapat penggunaan pronomina persona yang penyebutannya disesuaikan dengan situasi penggunaan bahasa (undak usuk basa) sehingga dapat memengaruhi penggunaan pronomina kepada seseorang atau bergantung siapa orang yang akan dituju.


DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2008. Morfologi Bahasa Indonesia: Pendekatan Proses. Jakarta: Rineka Cipta.

Djajasudarma, Fatimah. 2010. Metoda Linguistik: Ancangan Metode Penelitian dan Kajian. Bandung: Refika Aditama.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (offline)

Mahsun. 1995. Dialektologi Diakronis: Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Putrayasa, Ida Bagus. 2010. Kajian Morfologi: Bentuk Derivasional dan Infleksional. Bandung: Refika Aditama.

Prawiraatmaja, Dudu dkk. 1986. Perkembangan Bahasa Sunda Sesudah Perang Dunia II. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengem-bangan Bahasa.

Wahya. 2015. Bunga Rampai: Penelitian Bahasa dalam Perspektif Geografis. Bandung: Semiotika.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

UNSUR-UNSUR INTRINSIK THE LION KING

Metode Rekonstruksi (Mata Kuliah Perbandingan Bahasa Nusantara)

Cerpen Pemandangan Perut dalam Teori Konvensi