KELAS KATA DALAM BAHASA SUNDA
KELAS KATA DALAM BAHASA SUNDA
Trie Utami
FKIP Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah
Universitas Lampung
E-mail: trie.utami333@gmail.com
Abstrak
Penelitian
ini bertujuan mendeskripsikan kelas kata dalam bahasa Sunda. Lokasi pengamatan
dalam penelitian ini di Kota Karang Raya, Sinar Laut, Bandar Lampung. Sumber
data penelitian yaitu masyarakat penutur bahasa Sunda. Penelitian ini
menggunakan metode deskriptif kualitatif. Langkah penelitian berupa tahap
penyediaan data, tahap analisis data, dan tahap penyajian data. Pada tahap
penyediaan data menggunakan metode cakap dengan teknik cakap semuka, teknik
catat, dan teknik rekam. Penelitian ini memperoleh hasil antara lain kata dasar
yang berkategori verba berjumlah 6 kata, kata dasar yang berkategori nomina
berjumlah 4 kata, dan kata dasar yang berkategori adjektiva berjumlah 5 kata.
Kemudian, 15 kata dasar tersebut mengalami afiksasi dan hasilnya ditemukan 13 kata yang
termasuk kelas verba, 1 kata yang termasuk kelas nomina, dan 1 kata yang
termasuk kelas adverbia.
Kata
kunci: kelas kata dan bahasa Sunda
PENDAHULUAN
Kata memiliki
karakter, ciri, atau sifat yang berbeda sehingga dalam linguistik biasa
dilakukan klasifikasi, penggolongan, atau kategorisasi kata-kata. Dalam hal
ini, kata-kata yang mempunyai karakter, ciri, atau kategori yang sama
dimasukkan ke dalam satu kelas atau kelompok. Klasifikasi atau kategorisasi
kata-kata disebut dengan kelas kata (Chaer, 2008: 64).
Kelas kata
adalah perangkat kata yang sedikit banyak berperilaku sintaksis sama. Dapat
juga terjadi kata-kata yang sudah dimasukkan ke dalam satu kelas, perlu
dikelompokkan lagi ke dalam subkelas atau subkelompok lain. Sementara itu,
subkelas kata adalah bagian dari suatu perangkat kata yang berperilaku
sintaksis sama (Putrayasa, 2010: 44).
Secara
tradisional kata-kata dikelompokkan atau diklasifikasikan berdasarkan kriteria
semantik dan kriteria fungsi. Kriteria semantik digunakan untuk mengklasifikasi-kan
kelas verba, kelas nomina, dan kelas adjektiva. Lalu, kriteria fungsi digunakan
untuk menentukan kelas preposisi, kelas konjungsi, dan lainnya (Chaer,
2008: 64).
Secara
tradisional dikenal adanya kata-kata yang termasuk kelas verba, nomina,
adjektiva, adverbia, numeralia, preposisi, konjungsi, pronomina, artikula, dan
interjeksi (Chaer, 2008: 64).
Verba adalah
kata yang menyatakan tindakan. Dari bentuknya, verba dapat dibedakan menjadi 2,
yaitu verba dasar bebas dan verba turunan. Verba dasar bebas merupakan verba
yang berupa morfem dasar bebas, seperti duduk, makan, dan sebagainya. Verba
turunan merupakan verba yang telah mengalami proses morfologis seperti afiksasi,
reduplikasi, dan lain-lain (Putrayasa, 2010: 45).
Nomina adalah
kategori yang secara sintaksis tidak mempunyai potensi untuk bergabung dengan
partikel tidak, tetapi mempunyai potensi untuk didahului oleh partikel dari.
Berdasarkan segi semantisnya, kata benda adalah kata yang mengacu pada manusia,
binatang, benda, dan konsep atau pengertian (Putrayasa, 2010: 67).
Adjektiva atau
sering juga disebut sebagai kata sifat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
adjektiva adalah kata yang menerangkan nomina (kata benda) dan secara
umum dapat bergabung dengan kata lebih dan sangat.
Adverbia lazim
disebut kata keterangan atau kata keterangan tambahan. Adverbia adalah kategori
yang dapat mendampingi adjektiva, numeralia, atau preposisi dalam konstruksi
sintaksis (Putrayasa, 1994: 46).
Numeralia
adalah kategori kata yang dapat mendampingi nomina dalam konstruksi sintaksis,
mempunyai potensi untuk mendampingi numeralia lain, dan tidak dapat bergabung
dengan tidak atau sangat (Chaer, 2008: 64). Numeralia
mewakili bilangan atau membawa konsep-konsep hitungan.
Preposisi
atau kata depan adalah kata-kata yang digunakan untuk merangkaikan nomina
dengan verba di dalam suatu klausa. Misalnya kata di untuk merangkaikan
kata kursi menjadi di kursi (Chaer, 2008: 96).
Konjungsi
atau kata penghubung adalah kata-kata yang menghubungkan satuan-satuan
sintaksis, baik antara kata dengan kata, antara frase dengan frase, antara
klausa dengan klausa, atau antara kalimat dengan kalimat (Chaer, 2008: 98).
Pronomina
lazim disebut kata ganti. Pronomina adalah kategori yang berfungsi untuk
menggantikan nomina (Putrayasa, 2010: 51).
Artikula
atau kata sandang adalah kata-kata yang berfungsi sebagai penentu atau
mendefinitkan sesuatu nomina, adjektiva, atau kelas lain. Artikula berupa
partikel. Oleh karena itu, artikula tidak dapat berafiksasi (Chaer, 2008:
104).
Interjeksi
adalah kategori yang bertugas mengungkapkan perasaan pembicara dan secara
sintaksis tidak berhubungan dengan kata-kata lain dalam ujaran (Putrayasa,
2010: 66).
Wijayakusumah
dalam Prawiraatmaja dkk. (1986: 17) mengemukakan bahwa dalam bahasa Sunda
memiliki tingkat bahasa. Tingkat bahasa di sini berarti sistem yang terdapat
dalam bahasa Sunda mengekspresikan tingkat-tingkat rasa hormat yang
bersangkut-paut dengan relasi sosial dan orang-orang yang memper-gunakan bahasa
Sunda. Tingkat bahasa ini biasa digunakan untuk kata-kata yang berkategori
pronomina. Seseorang memilih kata-kata yang tepat digunakan kepada lawan
bicaranya.
METODE
Metode
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu deskriptif kualitatif. Metode deskriptif
adalah metode yang bertujuan membuat deskripsi; maksudnya membuat gambaran,
lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai data, sifat-sifat serta
hubungan fenomena-fenomena yang diteliti (Djajasudarma, 2010: 9).
Data
dalam penelitian ini berupa kosakata. Kosakata adalah perbendaharaan atau
kekayaan kata yang terdapat dalam sebuah bahasa. Kosakata bahasa Sunda adalah
perbendaharaan atau kekayaan kata yang terdapat dalam bahasa Sunda (Wahya,
2015: 70). Dalam penelitian ini difokuskan pada kata-kata yang termasuk
kategori verba, nomina, adjektiva, adverbia, dan pronomina.
Sumber
data dalam penelitian ini masyarakat penutur bahasa Sunda dengan informan
bernama Edi dan Anah. Informan dalam penelitian ini yakni dua warga di Kota
Karang Raya, Sinar Laut, Bandar Lampung yang merupakan masyarakat penutur
bahasa Sunda. Kedua informan tersebut antara lain sebagai berikut.
1. Nama : Edi
Usia : 56 tahun
Tempat lahir : Teluk Betung Selatan, Bandar Lampung
Pekerjaan :
Buruh
2.
Nama : Anah
Usia : 44 tahun
Tempat lahir : Desa Sodong Kec. Saketi,Jawa Barat
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Penelitian
ini mengikuti prosedur yang dikemukakan oleh Sudaryanto dalam Mahsun (1995: 93)
yang dilakukan dalam tiga tahap, yaitu tahap penyediaan data, tahap analisis
data, dan tahap penyajian data. Tahap penyediaan data meliputi (1) menentukan
daerah pemakaian bahasa Sunda yang diteliti, (2) mempersiapkan instrumen yang
berupa daftar pertanyaan berupa kosakata, dan (3) pelaksanaan penelitian
lapangan. Kemudian, tahap analisis data meliputi (1) menata data hasil catatan
dan rekaman dalam bentuk transkripsi dan (2) menganalisis temuan kata yang
mengalami afiksasi dan diklasifikasikan berdasarkan kelasnya. Lalu, tahap
penyajian data berupa (1) menyajikan dan membahas temuan kata yang
diklasifikasikan berdasarkan kelasnya dan (2) menyimpulkan hasil analisis.
Pada
tahap penyediaan data menggunakan metode cakap dengan teknik cakap semuka,
teknik catat, dan teknik rekam (Mahsun, 1995: 94—98). Penjelasan ketiga teknik
tersebut sebagai berikut.
1. Teknik cakap semuka
dilakukan peneliti dengan mendatangi langsung daerah pengamatan dan melakukan
percakapan dengan para informan.
2. Teknik catat dilakukan
peneliti untuk mencatat informasi berupa kata-kata yang diucapkan oleh
informan.
3. Teknik rekam dilakukan
peneliti untuk merekam kata-kata yang diucapkan oleh informan dan sebagai alat
bantu untuk pengecekan data.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian ditemukan kata
dasar yang berkategori verba berjumlah 6 kata, kata dasar yang berkategori
nomina berjumlah 4 kata, dan kata dasar yang berkategori adjektiva berjumlah 5
kata. Kemudian, 15 kata dasar tersebut mengalami afiksasi dan hasilnya
ditemukan 13
kata yang termasuk kelas verba, 1 kata yang termasuk kelas nomina, dan 1 kata
yang termasuk kelas adverbia. Kata-kata tersebut dapat dilihat pada Tabel 1 dan
2 berikut ini.
Tabel 1. Kata Dasar
No.
|
Kata Dasar
|
Arti
|
Kelas Kata
|
1.
|
Kumbah
|
Basuh
|
Verba
|
2.
|
Mawa
|
Bawa
|
Verba
|
3.
|
Lawan
|
Lawan
|
Verba
|
4.
|
Dangu
|
Dengar
|
Verba
|
5.
|
Hatur
|
Ucap
|
Verba
|
6.
|
Hilang
|
Hilang
|
Verba
|
7.
|
Dapǝtǝun
|
Peroleh
|
Nomina
|
8.
|
Tungkus
|
Bungkus
|
Nomina
|
9.
|
Garaji
|
Gergaji
|
Nomina
|
10
|
Senyum
|
Senyum
|
Nomina
|
11.
|
Cepet
|
Cepat
|
Adjektiva
|
12.
|
Riweh
|
Repot/ Sibuk
|
Adjektiva
|
13.
|
Hampura
|
Maaf
|
Adjektiva
|
14.
|
Bǝnǝr
|
Betul/ Benar
|
Adjektiva
|
15.
|
Bǝrǝm
|
Merah
|
Adjektiva
|
Berdasarkan Tabel 1 ditemukan tiga kelas kata, yaitu verba, nomina,
dan adjektiva. Kata dasar yang berkategori verba berjumlah 6 kata, yaitu kumbah,
mawa, lawan, dangu, hatur, dan hilang. Kata
dasar yang berkategori nomina berjumlah 4 kata, yaitu dapǝtǝun,
tungkus, garaji, dan
senyum. Kata dasar yang berkategori adjektiva berjumlah 5 kata, yaitu cepet, riweh,
hampura, bǝnǝr, dan bǝrǝm.
Kelima
belas kata dasar di atas diberi afiks sehingga menghasilkan kata-kata seperti
yang terlihat pada Tabel 2 berikut ini.
Tabel 2 Pemberian Afiks pada Kata Dasar
Kata Dasar
|
Diberi Afiks
|
Hasil
Afiksasi
|
Arti
|
Kelas
Kata
|
Kumbah
|
Ng-
|
Ngumbah
|
Membasuh
|
Verba
|
Mawa
|
Ng-
|
Ngamawa
|
Membawa
|
Verba
|
Lawan
|
Ng-
|
Ngalawan
|
Melawan
|
Verba
|
Dangu
|
Ng—kǝun
|
Ngadangu-kǝun
|
Mendengar-
kan
|
Verba
|
Hatur
|
Ng—kǝun
|
Ngahatur-kǝun
|
Mengucap-
kan
|
Verba
|
Hilang
|
Ng—kǝun
|
Ngahilang-kǝun
|
Menghilang-
kan
|
Verba
|
Dapǝtǝun
|
Ng-
|
Ngadapǝ-tǝun
|
Memperoleh
|
Verba
|
Tungkus
|
Ng-
|
Ngatungkus
|
Membung-
kus
|
Verba
|
Garaji
|
Ng-
|
Ngagaraji
|
Menggergaji
|
Verba
|
Senyum
|
Te-
|
Tesenyum
|
Tersenyum
|
Verba
|
Cepet
|
Sa—na
|
Sacǝpǝtna
|
Secepatnya
|
Adverbia
|
Riweh
|
Ng-
|
Ngaririwǝh
|
Merepotkan
|
Verba
|
Hampura
|
Ng—kǝun
|
Ngaham-purakǝun
|
Memaafkan
|
Verba
|
Bǝnǝr
|
-kǝun
|
Bǝnǝrkǝun
|
Betulkan
|
Verba
|
Bǝrǝm
|
Ka—an
|
Kabǝrǝman
|
Kemerahan
|
Nomina
|
Berdasarkan tabel 2, ditemukan 4 kelas kata, yaitu verba, nomina, adjektiva, dan adverbia. Masing-masing penjelasannya sebagai berikut.
A. Verba (Kata Kerja)
Berdasarkan
Tabel 2, kelima belas kata dasar yang diberi afiks menghasilkan 13 kata yang
termasuk kelas verba, antara lain sebagai berikut.
1.
Ngumbah
2.
Ngamawa
3.
Ngalawan
4.
Ngadangukǝun
5.
Ngahaturkǝun
6.
Ngahilangkǝun
7.
Ngadapǝtǝun
8.
Ngatungkus
9.
Ngagaraji
10.
Tesenyum
11.
Ngaririwǝh
12.
Ngahampurakǝun
13.
Bǝnǝrkǝun
Kata-kata di atas mengalami afiksasi dan
dapat dilihat adanya penambahan prefiks (ng-, te-), sufiks (-kǝun), dan kombinasi afiks (ng—kǝun). Keempat afiks tersebut merupakan afiks dalam bahasa
Sunda. Berikut masing-masing penjelasannya.
1. Prefiks
Prefiks memiliki
arti afiks yang diletakkan di depan bentuk dasar (Putrayasa, 2010: 7).
a. Prefiks Ng-
Prefiks ng- dalam bahasa
Sunda sama dengan prefiks me- dalam bahasa Indonesia. Prefiks ng-
memiliki fungsi sebagai pembentuk kata kerja. Apabila kata dasar yang
memperoleh prefiks ng-, kata tersebut akan terbentuk sebagai kata kerja atau tergolong kelas verba.
b. Prefiks Te-
Prefiks te- dalam bahasa Sunda sama dengan prefiks ter- dalam
bahasa Indonesia. Prefiks te- memiliki fungsi sebagai pembentuk kata
kerja pasif. Jika kata dasar yang memperoleh prefiks te-, kata tersebut
akan terbentuk sebagai kata kerja pasif atau tergolong kelas verba.
2. Sufiks
Sufiks adalah
afiks diletakkan di belakang bentuk dasar (Putrayasa, 2010: 7). Sufiks -kǝun dalam bahasa Sunda sama dengan sufiks –kan
dalam bahasa Indonesia. Sufiks -kǝun berfungsi sebagai pembentuk kata kerja. Jadi, kata yang mengalami
penambahan sufiks –kǝun termasuk kata kerja atau verba.
3. Kombinasi Afiks
Kombinasi
afiks atau imbuhan gabungan biasanya membentuk kata kerja atau verba. Jadi,
kata yang mengalami penambahan afiks ng—kǝun akan menjadi kata kerja atau verba.
B. Nomina (Kata Benda)
Berdasarkan
Tabel 2, kata dasar yang diberi afiks menghasilkan 1 kata yang termasuk kelas
nomina, yaitu kabǝrǝman. Kata kabǝrǝman diperoleh dari
proses afiksasi ka—an dengan bǝrǝm. Konfiks ka—an
memiliki fungsi sebagai pembentuk kata benda atau nomina. Oleh karena itu,
kata yang mengalami penambahan konfiks ka—an akan masuk kelas nomina.
C. Adjektiva (Kata Sifat)
Berdasarkan
Tabel 2, kata dasar yang diberi afiks tidak terdapat kata yang termasuk kelas
adjektiva.
D. Adverbia (Kata Keterangan)
Berdasarkan
Tabel 2, kata dasar yang diberi afiks menghasilkan 1 kata yang termasuk kelas
adjektiva, yaitu sacǝpǝtna. Kata sacǝpǝtna mengalami
penambahan konfiks sa—na dengan kata dasar cǝpǝt. Konfiks sa—na
memiliki fungsi sebagai pembentuk adverbia atau kata keterangan. Oleh karena
itu, kata yang mengalami penambahan konfiks sa—na termasuk kelas
adverbia.
E. Pronomina
Pronomina
persona dapat mengacu pada diri sendiri (pronomina persona pertama, orang yang
diajak bicara (pronomina persona kedua, dan orang yang dibicarakan (pronomina
persona ketiga). Dalam bahasa Sunda terdapat penggunaan pronomina
persona yang penyebutannya disesuaikan dengan situasi penggunaan bahasa (undak
usuk basa). Berikut ini pronomina persona yang terdapat dalam bahasa Sunda.
1) Pronomina Persona Pertama
Ini berhubungan erat dengan undak usuk basa. Pronomina
persona pertama dalam bahasa Sunda dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini.
Tabel 3. Pronomina Persona Pertama dalam Bahasa Sunda
Tabel 3. Pronomina Persona Pertama dalam Bahasa Sunda
Jumlah
Persona
|
Situasi dalam
Berbahasa
|
Arti
|
|||
Halus dan
Resmi
|
Halus Tak-Resmi
|
Sesama dan
Akrab
|
Kasar
|
||
Tunggal
|
Simkuring
|
Abdi
|
a. Kuring
b. Dewek
c. Urang
|
Aing
|
Saya
|
Jamak
|
Simkuring-sadayana
|
Abdi-sadayana
|
Kuring-sarerea
|
-
|
Kami
|
Berikut ini contoh kalimat yang menggunakan pronomina persona pertama beserta penjelasannya.
a. Langkung
tipayun, simkuring ngahaturkǝun nuhun ka baraya sadaya nu tos sumping ka acara iǝu.
(Terlebih
dahulu, saya ucapkan terima kasih kepada saudara-saudara yang telah datang ke
acara ini.)
Ket: Simkuring
biasa digunakan dalam situasi formal/ada khalayak ramai/bahasa tulis.
b. Abdi mah
atos nǝda di bumi.
(Saya sudah makan
di rumah.)
Ket: Abdi
merupakan bahasa halus yang biasa digunakan dalam situasi tidak formal,
lawan bicara yang lebih tinggi usianya, atau dengan orang yang baru
bertemu/belum kenal.
c. Kuring
rek indit ka Bandung.
(Saya akan
pergi ke Bandung.)
Ket: Kuring
digunakan dalam situasi akrab dan lawan bicara seusia.
d. Dewek
rek ngusǝup di walungan.
(Saya akan
memancing di sungai.)
Ket: Dewek
digunakan dalam situasi akrab agak kasar, namun jarang dipakai.
e. Urang
tǝu ngarti ku jalan pikiran maneh!
(Saya tidak
mengerti jalan pikiran kamu!)
Ket: Urang
sering digunakan dalam percakapan situasi akrab/lawan bicara seusia.
f. Aing mah
kajǝun gǝlut jǝung sia tibatan dihina mah!
(Saya lebih
baik berkelahi dengan kamu daripada dihina!)
Ket: Aing
merupakan bahasa kasar yang biasanya berhubungan dengan emosi si penutur.
2) Pronomina
Persona Kedua
Pronomina persona kedua dalam bahasa Sunda dapat
dilihat pada Tabel 4 berikut ini.
Tabel 4. Pronomina Persona Kedua
dalam Bahasa Sunda
Jumlah
Persona
|
Situasi dalam
Berbahasa
|
Arti
|
|||
Halus dan
Resmi
|
Halus
TakResmi
|
Sesama
dan
Akrab
|
Kasar
|
||
Tunggal
|
-
|
a. Hidǝp
b. Anjǝun
|
a. Maneh
b. Di dinya
|
a. Silaing
b. Sia
|
Kamu
|
Jamak
|
-
|
a. Hidǝp-
sarerea
b. Aranjǝun
|
Maraneh
|
-
|
Kalian
|
Berikut ini contoh kalimat yang menggunakan pronomina
persona kedua beserta penjelasannya.
a. Hidǝp teh gǝus lain budak lǝutik, sing bisa mawa diri.
(Kamu bukan anak kecil lagi, harus bisa bawa diri.)
Ket: Hidǝp merupakan bahasa halus yang biasa digunakan pada
lawan bicara yang usianya lebih rendah.
b. Anjǝun tǝu wǝleh dipikasono ku Akang.
(Kamu selalu
dirindukan oleh Akang.)
Ket: Anjǝun merupakan bahasa halus dan
orangnya sudah sangat dekat.
c. Maneh mah
ǝuy nu kitu wae tǝu ngarti. (Kamu tuh yang begitu saja tidak ngerti.)
Ket: Maneh
merupakan ragam bahasa akrab/seusia.
d. Di
dinya rek milu moal ulin ka Dago? (Kamu mau ikut gak main ke
Dago?)
Ket: Di
dinya merupakan ragam bahasa akrab/seusia.
e. Ari silaing
diomongan teh kalahkah ngalawan!
(Kamu tuh
diomongin malah melawan!)
Ket: Silaing
merupakan bahasa kasar yang digunakan berhubungan dengan emosi, namun lebih
agak halus dibanding sia.
f. Ari sia,
bǝlǝgug pisan jadi jǝlǝma teh!
(Kamu tuh
bodoh banget jadi manusia!)
Ket: Sia merupakan
bahasa kasar yang digunakan berhubungan dengan emosi/marah.
3) Pronomina Persona Ketiga
Pronomina
persona ketiga dalam bahasa Sunda dapat dilihat pada Tabel 5 berikut ini.
Tabel 5. Pronomina Persona Ketiga dalam Bahasa Sunda
Jumlah
Persona
|
Situasi dalam
Berbahasa
|
Arti
|
|||
Halus dan
Resmi
|
Halus
TakResmi
|
Sesama
dan Akrab
|
Kasar
|
||
Tunggal
|
-
|
Anjǝunna
|
Manehna
|
-
|
Dia
|
Jamak
|
-
|
Aranjǝunna
|
Maranehna
|
-
|
Mereka
|
Berikut ini contoh kalimat yang menggunakan pronomina persona ketiga beserta penjelasannya.
a. Anjǝunna kantos amǝng ka Bandung basa taun kamarin.
(Dia pernah main ke Bandung waktu tahun kemarin).
Ket: Ini
merupakan bahasa halus.
b. Manehna
karek datang pǝuting tadi ti
Jakarta.
(Dia baru
datang tadi malam dari Jakarta.)
Ket: Ini
merupakan ragam bahasa akrab/seusia.
c. Aranjǝunna teh tamu ti
Lampung.
(Mereka
adalah tamu dari Lampung).
Ket: Ini
merupakan bahasa halus.
d. Maranehna
kǝur tilǝm di imah.
(Mereka
sedang tidur di rumah).
Ket: Ini
merupakan ragam bahasa akrab/seusia.
SIMPULAN
Kata memiliki
karakter, ciri, atau sifat yang berbeda sehingga dalam linguistik biasa
dilakukan klasifikasi, penggolongan, atau kategorisasi kata-kata. Kata dasar
yang awalnya tergolong dalam kelas kata tertentu jika diberi afiks bisa saja
tetap pada kelas kata itu atau dapat pula berubah kelas katanya.
Berubahnya kelas
kata tersebut disebabkan oleh afiks, baik itu prefiks, sufiks, atau konfiks.
Masing-masing afiks sudah memiliki fungsi tersendiri jadi hal itulah yang
menjawab mengapa kata dasar yang semula berkategori nomina dapat berubah
menjadi verba jika ditambah afiks yang memiliki fungsi sebagai pembentuk verba.
Sementara itu, dalam bahasa Sunda terdapat penggunaan pronomina persona yang penyebutannya
disesuaikan dengan situasi penggunaan bahasa (undak usuk basa) sehingga dapat memengaruhi
penggunaan pronomina kepada seseorang atau bergantung siapa orang yang akan
dituju.
DAFTAR
PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2008. Morfologi Bahasa Indonesia: Pendekatan
Proses. Jakarta: Rineka Cipta.
Djajasudarma, Fatimah. 2010. Metoda Linguistik: Ancangan Metode
Penelitian dan Kajian. Bandung: Refika Aditama.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (offline)
Mahsun. 1995. Dialektologi Diakronis: Sebuah Pengantar.
Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Putrayasa, Ida Bagus. 2010. Kajian Morfologi: Bentuk Derivasional
dan Infleksional. Bandung: Refika Aditama.
Prawiraatmaja, Dudu dkk. 1986. Perkembangan Bahasa Sunda Sesudah
Perang Dunia II. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengem-bangan Bahasa.
Wahya. 2015. Bunga Rampai: Penelitian Bahasa dalam Perspektif
Geografis. Bandung: Semiotika.
Komentar
Posting Komentar